Perjalanan Bersama National Geographic di Sangatta -2

Perjalanan hari ini, Tim KPC, National Geographic, dan saya akan menuju ke PIT J, yaitu salah satu area pertambangan milik PT KPC. Tim kami ditemani juga dari Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Kutai Timur, dan peneliti dari Universitas Mulawarman Samarinda. Perjalanan ke PIT J ini bertujuan untuk melihat Kelelawar di Goa Kenyamukan. Persiapan yang wajib dilakukan yaitu melengkapi PPE, atau alat pelindung diri sebelum memasuki tambang. Adapun PPE yang digunakan yaitu sepatu safety, Helm, rompi berreflektor, dan kartu visitor untuk memasuki area tambang.
Sekilas tentang goa ini, adalah berada di area yang sempat akan ditambang. Namun karena ditemukan adanya sebuah goa, maka proses penambanganpun dihentikan untuk dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai potensi goa ini. Dikarenakan goa ini merupakan habitat kelelawar, maka untuk menjaga ekosistemnya, PT KPC menghentikan eksplorasinya di area ini dan tetap menjaga keasliannya.

Pukul 09.00 kami berangkat menuju PIT J, sekitar 15 kami sampai di kantor PIT J. Di sana mobil kami memasang bendera penanda untuk mobil berukuran kecil yang masuk ke area tambang. Setelah bendera terpasang, perjalanan menuju goa di lanjutkan. Sepanjang 30 menit, kami disuguhkan aktifitas pertambangan, mulai dari lalu lalangnya mobil-mobil berukuran raksasa yang melakukan pengangkutan batu bara, tanah, hingga dumping tanah di salah satu tempat di area PIT J. Sesampainya di dekat goa, kami harus menghentikan mobil dan melanjutkan perjalanan dengan berjalan kaki sekitar 5 menit.

Di mulut gua, Pak Pindi memberikan breafing sejenak tentang potensi bahaya di dalam gua, seperti lemas, kehabisan oksigen, menabrak kelelawar atau menabrak batu. Dijelaskan juga bahwa di dalam goa ini terdapat kurang lebih tiga jenis kelelawar, berbagai hewan kecil lainnya seperti laba-laba dan jangkrik. Kelelawar ini berfungsi sebagai hewan yang mengatur keseimbangan nyamuk, karena kelelawar yang ada di gua ini memangsa nyamuk. Apabila goa ini dihancurkan atau dirusak ekosistemnya, maka kemungkinan besar daerah Sangatta bisa terjadi endemik nyamuk, dan ini sangat berbahaya. Karena nyamuk ada yang berpotensi membawa penyakit malaria dan demam berdarah.

Memasuki kawasan goa, kami disuguhkan dengan banyaknya kelelawar yang berterbangan karena merasa terganggu dengan adanya pergerakan yang terjadi. Di dalam goa ini berukuran cukup luas, jarak dari sisi ke sisinya bisa mencapai 20an langkah orang dewasa. Di dinding-dinding goa terdapat kelelawar-kelelawar yang bergantungan, jumlahnya sangat banyak, kemungkinan bisa mencapai ribuan ekor. Di salah satu sisi dinding, terdapat semacam terowongan untuk menuju sisi goa yang lain. Di sisi lain tersebut kita bisa menemukan jenis kelelawar yang lebih besar daripada kelelawar yang ada di area mulut goa. Selain itu, banyak laba-laba dan jangkrik yang bersebaran di sekitar dinding-dinding gua.

Kami banyak mengambil foto untuk mengabadikan keunikan dan keindahan goa ini. Sampai-sampai kami tak merasa bahwa waktu telah menunjukkan pukul 14.00. Kamipun harus kembali ke kota untuk makan siang dan melanjutkan perjalanan ke Telaga Batu Arang.

Setelah selesai makan siang, kami melanjutkan perjalanan menuju Telaga Batu Arang. Tidak sampai 30 menit, kami telah sampai. Di sana saya dan Pak Rober dari tim KPC menjelaskan kepada perwakilan National Geograpich tentang wilayah paska tambang ini yang akan dijadikan sebagai tempat wisata. Mereka sangat terkesan dengan hijau dan rimbunnya tempat ini. Mereka tak menyangka bahwa Telaga Batu Arang adalah wilayah yang pernah ditambang. Selesai mengambil dokumentasi kami bergegas kembali ke kantor CE KPC karena perwakilan National Geographic harus kembali ke PIT J untuk mendokumentasikan keluarnya kelelawar di sore hari dan sayapun harus kembali ke sekretariat untuk melanjutkan aktifitas.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar